Minggu, 25 Oktober 2009

TEORITIK SEMIOTIKA (Charles Sanders Pierce)

TEORITIK SEMIOTIKA (Charles Sanders Pierce)
Oleh : Noviyanto (Viyant)
Univ. Islam Negeri Syaririf Hidayatullah
Jakarta






Kata semiotika di samping kata semiologi sampai kini masih dipakai. Selain istilah semiotika dan semiologi dalam sejarah linguistik ada pula digunakan istilah lain seperti semasiologi, sememik, dan semik untuk merujuk pada bidang studi yang mempelajari makna atau arti suatu tanda atau lambang (Alex Sobur, 2004:11).

Kata semiotika itu sendiri berasal dari bahasa Yunani, semeion yang berarti “tanda” (Sudjiman dan Zoest, 1996:vii) atau seme, yang berarti “penafsir tanda” (Cobley dan Jansz, 1996:4). Semiotika berakar dari studi klasik dan skolastik atas seni logika, retorika, dan poetika (Kurniawan, 2001:49). “Tanda” pada masa itu masih bermakna sesuatu hal lain. Contohnya, asap menandai adanya api (Alex Sobur, 2004:17).

Semiotik sebagai suatu model dari ilmu pengetahuan sosial memahami dunia sebagai sistem hubungan yang memiliki unit dasar yang disebut dengan “tanda”. (Alex Sobur, 2006:87). Dengan demikian semiotik mempelajari hakikat tentang keberadaan suatu tanda.

Semiotika adalah ilmu yang mempelajari tentang suatu tanda (sign). Dalam ilmu komunikasi ”tanda” merupakan sebuah interaksi makna yang disampaikan kepada orang lain melalui tanda-tanda. Dalam berkomunikasi tidak hanya dengan bahasa lisan saja namun dengan tanda tersebut juga dapat berkomunikasi. Ada atau tidaknya peristiwa, struktur yang ditemukan dalan sesuatu, suatu kebiasaan semua itu dapat disebut tanda. Sebuah bendera, sebuah isyarat tangan, sebuah kata, suatu keheningan, gerak syaraf, peristiwa memerahnya wajah, rambut uban, lirikan mata dan banyak lainnya, semua itu dianggap suatu tanda (Zoezt, 1993:18).

Menurut Eco, tanda akan selalu mengacu pada sesuatu hal (benda) yang lain, yang disebut referant. Lampu merah mengacu pada jalan berhenti, wajah memerah mengacu pada tersipu malu atau kebahagiaan, air mata mengacu pada kesedihan. Apabila hubungan antara tanda dan yang diacu terjadi, maka dalam benak orang yang melihat atau mendengar akan timbul pengertian (Eco, 1979:59).

Dari beberapa tokoh semiotik, ada 2 (dua) yang sangat ternama, yaitu seorang linguis yang berasal dari Swiss bernama Ferdinand de Saussure (1857-1913) dan seorang filsuf Amerika yang bernama Charles Shanders Peirce (1839-1914). Pierce menyebut model sistem analisisnya dengan semiotik dan istilah tersebut telah menjadi istilah yang dominan digunakan untuk ilmu tentang tanda, tetapi keduanya berfokus pada tanda. Semiotik adalah ilmu yang mempelajari tentang tanda (sign), berfungsinya tanda dan produksi makna (Sumbo Tinarbuko, 2008:12). Tanda-tanda tersebut menyampaikan suatu informasi sehingga bersifat komunikatif. Ia mampu menggantikan suatu yang lain yang dapat dipikirkan atau dibayangkan. Cabang ilmu ini semua berkembang dalam bidang bahasa kemudian berkembang pula dalam bidang seni rupa dan desain komunikasi visual (Sumbo Tinarbuko, 2008:16).

Aart van Zoezt menuturkan Charles Sanders Pierce adalah salah seorang tokoh filsuf yang paling orisinil dan multidimensional, begitupun komentar Paul Cobley dan Litza Jansz (1999:20), Pirce adalah seorang pemikir yang argumentatif (Alex Sobur, 2005:39).
Pierce terkenal dengan teori tandanya. Di dalam lingkup semiotika, Pierce, sebagaimana dipaparkan Lechte (2001:227), seringkali mengulang-ulang bahwa secara umum tanda adalah yang mewakili sesuatu bagi seseorang (Alex Sobur, 2005:39).

Charles Sanders Pierce, seorang ahli filsafat dari Amerika, menegaskan bahwa kita hanya dapat berfikir dengan sarana tanda. Sudjiman dan Van Zoest, (1966:vii) mengatakan bahwasanya “sudah pasti bahwa tanpa tanda kita tidak dapat berkomunikasi” (Alex Sobur, 2005.124).

Merujuk pada teori Pierce (Noth, 1995:45), berdasarkan objeknya, Pierce membagi tanda-tanda dalam gambar dan dapat dilihat dari jenis tanda yang digolongkan dalam semiotik. Diantaranya : ikon, indeks, dan simbol (Kris Budiman, 2005:56).
Pertama : Dengan mengikuti sifat objeknya, ketika kita menyebut tanda sebuah ikon.
Kedua : Menjadi kenyataan dan keberadaannya berkaitan dengan objek individual, ketika kita menyebut tanda sebua indeks.
Ketiga : Kurang lebih, perkiraan yang pasti bahwa hal itu diinterpretasikan sebagai objek denotaif sebagai akibat dari suatu kebiasaan ketika kita menyebut tanda sebuah simbol

Ikon adalah tanda yang hubungan antara penanda dan petandanya bersifat bersamaan bentuk alamiah, atau dengan kata lain, ikon adalah hubungan antara tanda dan objek atau acuan yang bersifat kemiripan. Indeks adalah tanda yang menunjukkan adanya hubungan alamiah antara tanda dan petanda yang bersifat kausal atau hubungan sebab akibat, atau tanda yang langsung mengacu pada kenyataan. Dan Simbol adalah tanda yang menunjukkan hubungan alamiah antara penanda dengan petandanya. Hubungan diantaranya bersifat aibitrer atau semena, hubungan berdasarkan konvensi (perjanjian) masyarakat (Alex Sobur. 2005).